Alamat

Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 324 322551

Email

faud@iainmadura.ac.id

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAN UIN MADURA DUKUNG “RESOLUSI SHAKTI 2025”: FORDEK USHULUDDIN SERUKAN AKSI KONKRET ATASI KRISIS EKOLOGI

  • Diposting Oleh ADMIN FAUD
  • Kamis, 4 Desember 2025
  • Dilihat 19 Kali
Bagikan ke

Bandung, 4 Desember 2025 — Gelombang keprihatinan atas krisis lingkungan yang terus memburuk di berbagai wilayah Indonesia, terutama musibah yang menimpa masyarakat Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, menjadi pembahasan utama dalam Rapat Kerja Nasional Forum Dekan Fakultas Ushuluddin Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia. Dalam forum yang berlangsung selama tiga hari, 2–4 Desember 2025 di Hotel Shakti, Bandung, para pimpinan Fakultas Ushuluddin PTKI se-Indonesia melahirkan dokumen penting: “Resolusi Shakti 2025”, yaitu delapan komitmen aksi berbasis ekoteologi Islam untuk merespons darurat ekologis nasional.

Rakernas yang mengusung tema “Ekoteologi Islam: Meneguhkan Peran Ushuluddin dalam Merawat Alam dan Kemanusiaan” ini dihadiri lebih dari 30 dekan dari PTKI di seluruh Indonesia. Mulai dari Sumatra hingga Papua, seluruh peserta menyuarakan satu pesan yang sama: kerusakan alam bukan hanya soal teknis, tetapi juga berakar pada krisis spiritual dan paradigma yang keliru dalam memandang relasi manusia dengan lingkungan.

Dalam forum tersebut, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (FAUD) UIN Madura, Ah. Fawaid, menyampaikan refleksi kritis mengenai akar persoalan ekologis yang kini semakin sering memicu bencana besar. Menurutnya, banyak manusia terjebak dalam paradigma yang menempatkan diri sebagai penguasa alam, bukan pemelihara.

“Manusia terlalu angkuh dalam memperlakukan alam. Bukan sekadar memanfaatkan secara fungsional, tetapi mengeksploitasinya secara destruktif,” ujarnya. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa rangkaian musibah yang terjadi akhir-akhir ini akibat kerakusan manusia dalam mengeksploitasi alam. “Rangkaian musibah yang terjadi memberi sinyal kuat bahwa kerakusan manusia terhadap alam mulai menuai akibatnya,” tegasnya lebih lanjut.

Pernyataan ini mendapat perhatian khusus karena relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Dalam beberapa bulan terakhir, bencana ekologis melanda berbagai kawasan—mulai dari banjir bandang hingga tanah longsor—terutama di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Forum sepakat bahwa Ushuluddin sebagai disiplin yang menekankan nilai spiritual perlu tampil lebih progresif mengajak masyarakat kembali kepada etika ekologis Qur’ani.

Suksesi Ketua Forum: Kepemimpinan Baru, Semangat Baru

Salah satu agenda penting Rakernas adalah pemilihan ketua baru Forum Dekan Fakultas Ushuluddin PTKI se-Indonesia. Secara aklamasi, forum menunjuk Prof. Dr. H. Wahyudin Darmalaksana, M.Ag, Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung, sebagai ketua baru menggantikan Prof. Dr. H. Lukman Hakim, M.Pd. Dalam sambutannya sebelum mendeklarasikan Resolusi Shakti 2025, Prof. Wahyudin menegaskan bahwa isu ekologi harus diperlakukan sebagai panggilan moral.

“Kita sangat berduka atas musibah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Kita harus bergerak memberikan bantuan secara nyata.”

Ia menambahkan bahwa kerangka teologis Islam memiliki modal kuat untuk menginspirasi perubahan perilaku ekologis masyarakat.

“Resolusi Shakti 2025”: Delapan Arah Gerakan Ekoteologi Nasional

“Resolusi Shakti 2025” yang menjadi rumusan bersama Forum Dekan Fakultas Ushuluddin PTKI se-Indonesia memuat delapan pilar transformasi. Kesemuanya bertujuan mengubah cara pandang sekaligus cara kerja institusi Ushuluddin dalam mengawal isu lingkungan.

Ke delapan pilar itu adalah: (1) Reinterpretasi teologis dengan mengubah cara pandang antroposentris menuju pemahaman manusia sebagai khalifatullah fil ardh—penjaga, bukan penguasa bumi; (2) Transformasi kurikulum dengan mengembangkan kampus sebagai laboratorium hidup yang menanamkan nilai keberlanjutan dalam pembelajaran; (3) Konsorsium riset interdisipliner melalui kolaborasi riset Ushuluddin, sains, dan sosial humaniora untuk menghasilkan solusi ekologis komprehensif; (4) Pendampingan komunitas dan filantropi ekologis dengan menggerakkan masyarakat melalui aksi nyata di tingkat akar rumput; (5) Aliansi lintas sektor dengan membangun sinergi dengan komunitas adat, aktivis lingkungan, seniman, hingga pemerintah; (6) Ekonomi regeneratif berbasis nilai Islam dengan mendorong pergeseran ekonomi ekstraktif menuju ekonomi berkeadilan ekologis; (7) Platform digital terbuka dengan menyediakan kanal edukasi dan kampanye ekoteologi yang mudah diakses publik; dan (8) Kampanye global dengan menjadikan Indonesia sebagai wajah ekoteologi Islam dunia. Pilar-pilar tersebut disusun berdasarkan pandangan bahwa perubahan kebijakan saja tidak cukup—dibutuhkan perubahan kultur, kesadaran, dan spiritualitas.

Dengan Resolusi Shakti 2025, para dekan Ushuluddin mengajak seluruh civitas akademika, masyarakat, dan pemangku kepentingan untuk kembali merawat bumi sebagai amanah ilahi. Dari Bandung, pesan ini menggema ke seluruh Nusantara—bahwa merawat alam adalah bagian dari ibadah, dan menjaga masa depan adalah tanggung jawab bersama.

Sebagai bagian dari komunitas Ushuluddin nasional, Dekan FAUD UIN Madura, Ah. Fawaid,  menyatakan kesiapan berkontribusi pada implementasi resolusi tersebut.

“Diharapkan, ke depan, FAUD UIN Madura akan terus mendorong penguatan literasi ekoteologi di lingkungan akademik, perluasan riset berorientasi keberlanjutan, dan pemberdayaan masyarakat Madura dalam isu ekologis berbasis nilai Islam,” pungkasnya.

Selain rumusan Resolusi Shakti 2025, forum tersebut menghasilkan kesepakatan-kesepakatan bersama yang dituangkan dalam dokumen kesepakatan formal melalui penandatanganan Memorandum of Aggrement (MoA) terpadu. [afs/dkn/hms]